Rabu, 26 Agustus 2009

Kisah Semangkuk Bakso

Mungkin Anda pernah bertanya dalam hati, mengapa harga semangkuk bakso sekarang Rp7.000,00 padahal tahun yang lalu masih seharga Rp5.000,00 padahal segitu-gitu juga isinya?

Sebenarnya, Saya pun juga memiliki pertanyaan yang sama. Dari sisi content tidak ada yang berubah, semangkuk bakso berisi beberapa daging bakso, mie kuning dan mie putih yang ditaburi sedikit sayuran. Tapi mengapa harganya terus bergerak naik? Dari hasil riset saya di pasar (halah, sok ilmiah he2).. Kenaikan harga semangkuk bakso dipicu oleh kenaikan harga daging sapi, mie dan sayuran sebagai bahan-bahan untuk membuat bakso. Kata si penjual daging sapi, "harganya dah naik dari sononya pak" lalu penjual mie bilang "tepung terigu lagi langka pak" dan tidak ketinggalan mbah Warni penjual sayur menambahkan "semalam pasti nggak lihat TV, kata penyiarnya ini akibat "implasi" Mas " dan Saya pun tersenyum kagum (mungkin INFLASI maksudnya).

Sembako langka, masyarakat susah mendapatkan barang, harga naik sehingga memicu inflasi adalah berita-berita yang sering kita dengar dari obrolan tetangga, radio maupun televisi. Kondisi ini melengkapi apa yang dikatakan oleh ketiga penjual tadi. Lho, yang benar itu "inflasi menyebabkan kenaikan harga" atau "kenaikan harga memicu inflasi"? Marilah kita berbicara mengenai Inflasi.



Inflasi itu apa sich?

Dari situsnya Bank Indonesia, Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.

Inflasi ada dua yaitu Inflasi Inti dan inflasi non Inti, penjelasannya sebagai berikut:

1. Inflasi Inti
    yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental:
    - Interaksi permintaan-penawaran (permintaan melebihi penawaran menyebabkan kelangkaan barang)
    - Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
    - Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen

2. Inflasi non Inti
    Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Dalam hal ini terdiri dari :

-Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, gangguan penyakit.

-Inflasi Administered Prices : yakni inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll

Selengkapnya dapat anda lihat disini

Jadi, Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.

Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price)1, dan terjadi negative supply shocks)2 akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.

Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).

Lho, kok malah dikuliahi. Maaf Bapak/Ibu, bukan bermaksud mengajari, tapi setidaknya kita memiliki pemahaman yang utuh mengenai inflasi. Betul nggak?



Sekelumit petualangan Inflasi di negara tercinta

Beirkut ini contoh inflasi non Inti, yaitu inflasi yang dipengaruhi selain faktor Non-Fundamental berupa Administered Price yaitu kebijakan pemerintah untuk memotong nilai nominal uang (sanering) dan mendepresiasi nilai rupiah (saat belum diberlakukannya Sistem Devisa Bebas).

Nilai nominal uang kertas (nilai yang tertera dalam uang kertas) terbesar kita saat ini adalah Rp100.000,00 yang bergambar pahlawan proklamator Soekarno-Hatta. Sejak Merdeka, pada tahun 1945 (kira-kira 65 tahun yang lalu) kita pernah mengalami pemotongan nilai nominal atau yang lebih dikenal dengan sanering karena keterpurukan ekonomi nasional sebanyak empat kali yaitu:

  • Pemotongan dari Rp1000 (seribu rupiah) menjadi Rp1 (satu rupiah) sebanyak dua kali
  • Pemotongan dari Rp10 (sepuluh rupiah) menjadi Rp1 (satu rupiah) sebanyak satu kali
  • Pemotongan nilai nominal dari Rp2 (dua rupiah) menjadi Rp1 (satu rupiah) sebanyak satu kali
Luar biasa bukan? Kita juga perlu memahami bahwa sanering adalah pilihan terakhir disaat tidak ada lagi alternatif. Dapat kita umpamakan dengan amputasi.

Selain itu nilai nominal rupiah kita selalu terdepresiasi dengan kurs mata uang dollar Amerika Serikat (US$). Saya masih ingat, saat masih di bangku SMP (sekitar awal tahun 1990-an) kurs 1 US$ berkisar Rp1.800-an. Sekarang, saat artikel ini ditulis kurs 1US$ adalah Rp9.950,00. Artinya selama hampir 20 tahun, nilai mata uang rupiah berkurang nilainya sebesar 452% atau 4,5 kalinya. Jika dihitung penurunan nilai per tahun berkisar 20-an % atau 1/5 nya.

Kondisi yang lebih buruk, penurunan nilai mata uang di masyarakat biasanya lebih besar dari 20-an%. Contohnya seperti semangkuk bakso diatas, yaitu setahun lalu harganya Rp5.000,00 sekarang Rp7.000,00 artinya ada kenaikan harga sebesar Rp2.000,00 atau sebesar 40% dari harga setahun yang lalu. Uniknya lagi, jika satu barang itu harganya naik maka akan diikuti oleh kenaikan harga barang-barang yang lain (persis seperti definisi inflasi di atas, yaitu kenaikan harga secara meluas….dan melas (Jw=kasihan, menyedihkan)).

Sekarang, kalo kita mencoba menghitung berapa sebenarnya nilai uang Rp100.000,00?

Jika kita mendasarkan dari sanering sebanyak empat kali maka uang kertas Rp100.000,00 hanya senilai dengan Rp0,005 (tidak sampai satu rupiah pun) belum lagi jika kita menghitung dengan depresiasi tahunan terhadap mata uang US$. Terus terang, Saya tidak mampu untuk menghitungnya.

Kesimpulannya, nilai nominal mata uang kertas kita terbesar saat ini yang bernilai Rp100.000,00 ternyata nilainya tidak sampai satu rupiah yaitu kurang dari Rp0,005 pada saat negara tercinta ini MERDEKA. (Saya sungguh berharap hitungan Saya ini salah, mohon dikoreksi)



Melindungi uang kita dari Inflasi

Bagaimana menyelamatkan uang yang telah kita peroleh dengan pengerahan seluruh kemampuan kita? Salah satu caranya dengan memegang real asset (kekayaan yang sebenarnya) atau ada pula yang menyebut aset sejati, bukan asset yang harganya ditetapkan oleh undang-undang seperti mata uang.

Diantara aset sejati yang ada yang nilainya belum digembungkan nilainya dan punya likuiditas tinggi adalah emas. Emas bukan saja aset tetapi uang. Emas adalah uang sejati yang likuid. Jumlah emas memang bertambah, mungkin 1%-2% per tahun karena penambangan, ada inflasi. Tetapi pertambahannya bukan seperti uang kertas. Emas harus ditambang dengan susah payah dan keringat, sedang uang kertas dapat dicetak dengan mudah.

Nilai riil emas relatif tetap. Misalnya 14 abad lalu harga seekor kambing di gurun Arabia sana, kira-kira 1-2 dinar (4.3 - 8.6 gram emas). Sekarang pun harga kambing semahal itu. Jadi emas bisa melestarikan nilai tabungan anda. Artinya kalau hari ini anda mendapat upah seharga seekor kambing hari ini, dan anda tukarkan dengan emas serta ditabung untuk masa pensiun. Maka 30 tahun kemudian jika anda memerlukan seekor kambing, anda dapat membelinya dengan emas hasil penjualan kambing 30 tahun lalu. Ini tidak mungkin jika anda menyimpan dengan rupiah, pasti! (mungkin hanya tinggal kurang dari 1 kg daging kambing saja dapatnya).

Jadi..., tujuan menyimpan emas selain untuk menambah kekayaan, kita dapat menjaga hasil jerih payah dan keringat sendiri supaya nilainya tetap. Saya juga menganjurkan, jika melakukan perjanjian hutang-menghutang agar digunakan standar emas. Inilah cara yang adil jika perjanjian ini berlaku untuk masa waktu yang lama.

Sudah jelas khan, emas memang membuat rupiah Anda berkilau.

Wah, nggak terasa perut udah lapar, kepingin makan bakso. Eitts, lupa…ini khan Bulan Puasa.






READ MORE - Kisah Semangkuk Bakso

Selasa, 18 Agustus 2009

Kita Bekerja untuk Uang dan Uang Bekerja untuk Kita

Sobat, bekerja dan menghasilkan uang kemudian uang kita gunakan untuk salah satu alat memenuhi kebutuhan.

Begitulah salah satu siklus kehidupan yang harus dilalui. Terkadang kita bertanya pada diri sendiri bahwa kita merasa telah bekerja keras namun penghasilan yang diperoleh dirasa tidak sepadan dan berakibat adanya kebutuhan yang tidak dapat kita penuhi. Hal tersebut adalah sebuah kewajaran. Sebenarnya, kita sendiri telah memiliki jawaban tersebut yaitu sejauh mana kita bersyukur kepada Allah SWT atas rezeki yang telah diberikan.

Bersyukur tidak sama artinya dengan pasrah ataupun nrimo. Salah satu rasa bersyukur adalah rezeki yang kita telah terima dapat kita manfaatkan dengan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan kita baik yang bersifat jasmaniah dan rohaniah dengan baik dan benar (setidaknya…begitulah menurut Saya).

Sobat, mencapai sebuah kesejahteraan atau kebebasan finansial telah menjadi impian semua orang. Untuk mencapai kebebasan finasial tentunya dibutuhkan kerja keras dan cerdas, yang harus dilakukan secara berkesinambungan. Bagaimana caranya? Satu-satu jalan adalah dengan menabung, yaitu dengan menunda kesenangan sesaat di masa sekarang untuk tujuan yang lebih besar di masa datang.

Pertanyaan mendasar dari pola menabung adalah dari manakah sumber dana untuk tabungan tersebut? Tentunya dari penghasilan yang dibawa pulang setiap bulannya dong. Padahal, penghasilan bulanan seringkali hanya dapat memenuhi kebutuhan bulanan, malah seringkali habis ditengah bulan.

Saat ini bunga kredit murah banyak ditawarkan oleh sektor keuangan. semua ini mendorong orang untuk berbelanja dengan berhutang. Hutang, tidak semuanya buruk. Tapi mengambil hutang tanpa perencanaan yang matang dapat berakibat buruk terhadap keuangan keluarga. Benar bukan?

Ada dua sumber penghasilan yang bisa kita peroleh, pertama adalah dengan "kita bekerja untuk uang" yaitu kita bekerja setiap hari selama satu bulan kita akan mendapatkan penghasilan dan "uang bekerja untuk kita" di mana uang atau capital yang sudah kita kumpulkan yang bekerja dan menghasilkan pendapatan.

"kita bekerja untuk uang"

Bagi pekerja atau pegawai untuk dapat hidup sejahtera hanya dengan bekerja dan mendapatkan gaji. Pajak dan inflasi adalah dua hal pertama yang menggerogoti pendapatan bulanan. Kebutuhan dan keinginan jangka pendek, biasanya menjadi prioritas utama. Yang pada akhirnya dirasakan bahwa penghasilan bulanan yang diperoleh tidak mencukupi. Untuk dapat hidup sejahtera sepanjang masa, satu-satu jalan adalah dengan mencari jalan untuk dapat menyisihkan sebagai dari penghasilan bulanan untuk membangun sebuah kapital (modal). Jadi bagi Anda yang bekerja atau menjadi pegawai, solusi untuk membangun kesejahteraan adalah dengan mengonversikan penghasilan bulanan menjadi kapital dengan menyisihkannya sebagai secara berkala.

"uang bekerja untuk kita"

Terbangunnya sebuah kapital akan memberikan potensi pendapatan lain dari kapital yang diinvestasikan. Inilah artinya uang bekerja untuk kita dimana uang yang kita sisihkan dan diinvestasikan yang bekerja keras untuk memberikan penghasilan kepada kita.

Kita dapat menginvestasikan dalam:

  1. Saham, kita akan mendapatkan capital gain (selisih positif dari harga jual dan harga beli) atau dividen
  2. Properti, kita akan memperoleh uang sewa dari rumah, toko atau bangunan yang kita miliki
  3. Tanah, kita akan memperoleh kenaikan harga tanah untuk beberapa tahun kemudian
  4. Membeli sawah atau ladang, dapat kita sewakan ataupun memperoleh hasil panennya
  5. Bekerja sama dengan relasi yang memiliki usaha, kita akan memperoleh bagi hasil atas keuntungan hasil usahanya
  6. Membeli emas, kita akan memperoleh keuntungan jika harga emas naik dan sekaligus memproteksi (melindungi) nilai uang dari inflasi

Sebelum mencapai keberhasilan kita harus mampu melewati kendala atau hambatannya, demikian juga untuk mencapai kesejahteraan atau kebebasan finansial (financial freedom) kendala-kendala di bawah ini harus kita hanguskan lebih dulu he..he..

Kendala mengapai kesejahteraan

Ada empat kendala utama yang membuat kita gagal menciptakan kehidupan yang sejahtera sebagaimana yang kita harapkan yaitu :
1. kebiasaan untuk menunda-nunda,
2. kebiasaan belanja yang tak terkontrol,
3. pajak
4. inflasi.

Dua hal pertama lebih merupakan masalah personal/pribadi atau dapat juga dikatakan bahwa dua hambatan pertama merupakan faktor internal. Faktor internal harus diatasi dan diselesaikan pada level personal. Sikap suka menunda-nunda perencanaan keuangan, merupakan faktor utama tidak tercapainya kehidupan sejahtera di masa datang. Menunda perencanaan keuangan guna mempersiapkan biaya-biaya pendidikan anak, misalnya, dapat berdampak buruk kalau dilihat dalam jangka panjang.

Dua faktor akhir atau bisa disebut faktor eksternal berkaitan dengan kondisi sosial dan perekonomian suatu negara. Tidak banyak orang yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan mengatur soal perpajakan dalam suatu negara. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks, bahkan bisa melampaui kemampuan suatu pemerintahan karena hubungan-hubungan dalam skala regional sampai internasional-global. Yang mungkin dapat dilakukan oleh orang perseorangan dalam mengatasi hal ini adalah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan muncul dengan menarik pelajaran dari sejarah masa lalu. Artinya, sekalipun inflasi dan pajak tidak dapat kita kontrol, namun kita tetap dapat menentukan sikap pribadi terhadap hal-hal tersebut.

Selama ini pola menabung yang umum dilakukan adalah dengan menabung dari sisa belanja bulanan keluarga. sudah tidak zamannya lagi melakukan pola itu. Bila dipelajari kita membayar orang lain terlebih dahulu bukannya diri kita sendiri. Kita membayar tukang roti bila kita membeli roti, kita membayar tukang potong rambut langganan kita apabila selesai menata rambut kita. tapi pertanyaannya, kapan kita membayar untuk diri kita sendiri? Jadi sudah sebaiknyalah kita membayar untuk diri kita sendiri sebelum kita membayar untuk orang lain. Jangan menabung setelah kita menggunakan pendapatan selama sebulan atau apa yang tersisa tapi kita harus menyisihkannya di muka.

Sebagai anjuran awal, kita menabung 10% dari pendapatan regular bulanan. 10% dari pendapatan tidak akan merubah gaya hidup yang kita jalani. Dengan 10% yang kita sisihkan, kita akan membangun sebuah kapital yang pada akhirnya memberikan penghasilan kepada kita. Tapi dengan satu syarat mutlak yang harus dipegang, jangan pernah mengambil dari dana yang kita sisihkan sebesar 10% setiap bulannya untuk masa depan.

Demikianlah hal-hal berkaitan dengan pola menabung yang bijak yang bisa kita lakukan dan praktekan dalam keuangan dalam membangun kebiasaan menabung untuk mencapai kesejahteraan yang didambakan.

Sebagai penutup, Saya teringat dengan petuah dari Aa Gym yaitu 3M, mulai dari diri kita sendiri, mulai dari hal kecil dan mulai saat ini juga.


READ MORE - Kita Bekerja untuk Uang dan Uang Bekerja untuk Kita

Sabtu, 15 Agustus 2009

Check-up Finansial

Finansial check-up akan sangat membantu mengidentifikasi kemungkinan gangguan keuangan pada keluarga secara dini. Dengan begitu Anda dapat mengambil tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaikinya.

Untuk itu dibutuhkan alat atau tools untuk melakukan check-up ini seperti halnya dokter dalam memeriksa kesehatan kita. Secara umum pemeriksaan kondisi keuangan dilakukan dengan menghitung rasio-rasio atau perbandingan-perbandingan tertentu dan menyimpulkan hasilnya. Ada tiga titik kritis yang wajib diperiksa:

1. Situasi seputar masa kini, diukur dengan likuiditas (ketersediaan uang tunai untuk membayar keperluan rutin dan keperluan mendesak).
2. Dampak keputusan hutang masa lalu, diukur dengan solvabilitas (kemampuan untuk membayar kewajiban hutang pada saat jatuh tempo).
3. Kondisi masa depan, diukur dengan rasio produktivitas aset dari hasil menabung atau berinvetasi.

Likuiditas Check-Up

Secara umum, semua keluarga akan memerlukan tingkat likuiditas tertentu untuk menjaga kemampuan membayar pengeluaran rutin mereka. Pemeriksaan tingkat likuiditas keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio likuiditas, yang dapat dihitung dengan membandingkan antara aset likuid yang berupa uang tunai, tabungan dan deposito dengan kebutuhan rata-rata satu bulan. Sebagai contoh, misalkan jumlah uang tunai, tabungan dan deposito adalah Rp 5.000.000 dan jumlah pengeluaran bulanan Rp 3.000.000. Dari data ini, rasio likuiditas = 5.000.000 / 3.000.000 = 1,67. Rasio ini menunjukkan kemampuan aset likuid untuk menutup kebutuhan bulanan selama 1,67 bulan atau 1 bulan 20 hari.

Secara umum angka rasio yang disarankan antara 3 s/d 6 bulan (dana darurat). Rasio yang terlalu kecil bisa menyulitkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, apalagi bila terjadi risiko yang dampaknya jangka pendek, seperti rumah rusak perlu perbaikan dan lain-lain.

Sebaliknya, rasio likuiditas yang terlalu besar, melebihi kebutuhan menyebabkan ketidakefisienan dalam mengelola aset. Aset berupa uang tunai tidak akan memberikan hasil yang maksimal malah menurun termakan inflasi. Rasio likuiditas terlalu besar akan menutup kemungkinan untuk memperoleh keuntungan investasi dari aset yang dimiliki. Dengan demikian, harus selalu diusahakan untuk menjaga likuiditas pada tingkat tertentu sesuai dengan keadaan keuangan dan pola kehidupan.

Hutang Check-Up

Selanjutnya check-up yang berkaitan dengan masalah hutang. Dalam bahasa keuangan masalah ini dikenal dengan istilah solvabilitas, yaitu kemampuan untuk membayar cicilan hutang pada saat jatuh tempo. Bagaimana cara mengukurnya? Cara mengukurnya adalah dengan menghitung rasio pembayaran hutang terhadap pendapatan.

Rasio pembayaran cicilan hutang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kemampuan membayar kewajiban cicilan hutang dalam satu periode waktu, atau mengukur tingkat pengeluaran bagi pembayaran hutang. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan total cicilan hutang yang harus dibayar dalam periode waktu tertentu dengan total penghasilan dalam periode waktu yang sama.

Contoh, bila total kewajiban cicilan hutang yang harus dibayar dalam waktu satu tahun adalah Rp 18.500.000 sedangkan total pemasukan satu tahun Rp 73.000.000, sehingga rasio = 18.500.000 / 73.000.000 = 0,25.

Ini berarti 25 % penghasilan Anda telah teralokasikan untuk membayar hutang, atau dengan kata lain anda masih memiliki 75 % penghasilan untuk dikelola secara bebas. Rasio maksimum yang dianjurkan adalah sekitar 30%, lebih dari itu akan sangat menganggu pengeluaran anda. Sebaiknya pengambilan keputusan untuk berhutang selalu didasarkan pada arus kas riil, artinya pemasukan hanya diperhitungkan sebagai pendapatan apabila sudah benar-benar diterima. Sebagai contoh, bila dalam tahun ini Anda merencanakan menjual aset berupa tanah, pemasukan hanya bisa dicatat saat Anda telah menerima uang penjualan tersebut.

Produktivitas Aset Check-Up

Pengeluaran dari penghasilan setiap orang dapat dikelompokkan menjadi tiga pos utama, yaitu:

1. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
2. Untuk membayar hutang.
3. Untuk menabung dan berinvestasi.

Dua pos pengeluaran pertama telah kita bahas. Selanjutnya, mari kita lihat mengenai pos menabung dan berinvestasi. Membayar hutang berkaitan dengan keputusan keuangan masa lalu. Kebutuhan sehari-hari adalah masalah keuangan masa kini. Menabung dan berinvestasi adalah urusan untuk kepentingan masa depan.

Tanpa adanya tabungan dan investasi, sebenarnya apa yang kita kerjakan hanya akan berjalan sampai masa kini saja, atau ekstrimnya, kita tidak memiliki masa depan (madesu = masa depan suram). Selama penghasilan masih mampu menutupi pengeluaran, dampak langsungnya belum dirasakan. Kebanyakan orang adalah seperti ini. Manakala terdapat gangguan terhadap penghasilan, kehidupan keuangan akan segera terganggu, yaitu mengalami defisit.

Tanpa tabungan dan investasi, defisit ini tidak akan segera dapat ditutup, bahkan kemungkinan akan membesar dan membahayakan stabilitas keuangan. Tanpa surplus penghasilan, akan sangat sulit untuk melakukan perencanaan keuangan guna menjamin kondisi keuangan yang baik di masa depan, terlebih untuk jangka panjang.

Untuk mengukur kekuatan menabung dan investasi digunakan rasio kekuatan menabung. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan jumlah uang yang ditabung untuk tujuan investasi dengan pendapatan.

Sebagai contoh apabila jumlah tabungan dalam satu tahun Rp 8.000.000, sedangkan jumlah penghasilan tahunan Rp 73.000.000, maka rasio kekuatan menabung = 8.000.000 / 73.000.000 = 0,11 atau 11%. Mulailah menabung secara regular minimal 10% dari penghasilan bersih bulanan.

Ada satu alat atau rasio lagi yang bisa membantu kita untuk melihat kekuatan investasi dalam menopang keuangan keluarga melalui rasio aset investasi dengan kekayaan bersih. Rasio kekuatan investasi menggambarkan tingkat ketergantungan kekayaan terhadap hasil investasi. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan pendapatan dari aset investasi dengan kekayaan bersih (aset - kewajiban).

Contoh, apabila total aset Rp. 430.000.000 dan total hutang adalah Rp 150.000.000 dan pendapatan aset investasi (bisa berupa bunga, dividen, sewa property dan lain-lain) Rp 3.000.000, maka rasio kekuatan investasi = 3.000.000 / ( 430.000.000 - 150.000.000) = 0,01. Artinya hanya 1% kekayaan anda diperoleh melalui investasi, sehingga ketergantungan pada pendapatan di luar investasi, biasanya berupa gaji, sangat dominan. Semakin besar rasio ini akan semakin bagus. Bila telah mendekati angka 1 atau melampauinya, praktis anda tidak perlu bekerja lagi, karena penghasilan dari investasi telah mencukupi seluruh kebutuhan anda. Inilah tujuan masa pensiun yang diidam-idamkan oleh setiap orang, hidup berkecukupan dari hasil investasi yang kita miliki. (Ferry Wijaya)

READ MORE - Check-up Finansial

Kamis, 13 Agustus 2009

Mengapa harga emas bisa naik turun?

Halo sobat, sudah agak lama kita gak ktemu ya. Akhir-akhir ini, beberapa teman menanyakan kenapa harga emas logam mulia setiap hari kok tidak sama, selain itu kapan saat yang tepat dan terbaik untuk membeli emas logam mulia?

Mudah-mudahan sedikit penjelasan ini mampu memberikan pencerahan kepada sobat semua. Jadi begini ceritanya....(halah kebanyakan gaya he2). Saat ini emas bukan hanya sebagai perhiasan saja tetapi sudah menjadi komoditas (barang yang dapat diperjualbelikan). Emas tersebut diperdagangkan di bursa-bursa komoditas dunia, disini saya tidak tahu pasti mengenai jumlah bursa komoditas yang memperdagangkan emas. Dalam prinsip perdagangan, salah satu faktor yang mempengaruhi harga adalah faktor permintaan dan ketersediaan barang (demand and supply)..duh keinget masa-masa kuliah dulu he2..

Grafik di atas menggambarkan fluktuasi harga emas dunia dari tanggal 1-1-2009 sd 12-8-2009.
(sumber data www.kitco.com)
Kalo kita lihat di grafik :
-harga terendah terjadi pada tanggal 15 Januari 2009 sebesar US$810.00
-harga tertinggi terjadi pada tanggal 20 Februari 2009 sebesar US$989.00
-harga saat posting ini ditulis (12 Agustus 2009) sebesar US$947.25

Secara prinsip, harga emas akan naik jika ada kenaikan permintaan atau penurunan ketersediaan barang. Lho kok bisa? Kira-kira begini penjelasannya:

Kenaikan permintaan bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain:
1. Suatu negara ingin memperbesar cadangan emasnya (seperti halnya cadangan devisa dalam US$) sehingga berapapun harga emas akan dia beli. Saat ini China sedang getol-getolnya untuk memperbesar cadangan emasnya. Untuk menjadi negara super power dan menyaingi AS (?) . Mungkin.
2. Bursa saham lagi lesu (bearish). Para investor yang melihat bahwa peluang mencari keuntungan (capital gain) di pasar saham lagi tidak menarik maka dia akan mengalihkan uangnya/portofolionya untuk diinvestasikan dalam aset tetap(fixed asset) seperti properti atau emas. Biasanya para investor cenderung memilih emas daripada properti.

penurunan penawaran (ketersediaan barang) bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain:
1. Bencana Alam atau Perang. Terlebih bila hal ini dialami oleh negara-negara kaya akan cadangan emasnya. Mungkin secara fisik emas tersebut aman, akan tetapi karena tidak bisa ditransaksikan akan menyebabkan kekurangan persediaan di pasar dunia.

Lho itu khan harga emas dunia, lha wong yang Saya tanyakan itu emas logam mulia? (waduh repot neh, dah nggak sabar kayaknya).

Ya udah Saya jelasin ya, harga emas logam mulia itu dipengaruhi oleh harga emas dunia dan kurs rupiah kita terhadap dolar. Bisa jadi, saat harga emas dunia lagi turun, tetapi kurs rupiah kita lagi letoy...maka harga emas logam mulia (mungkin) tidak ikut turun. Dan begitulah sebaliknya.

Tapi yang jelas, membeli emas memang idealnya pada saat harga turun kemudian menjualnya pada saat harga tinggi. Betul nggak? itu kalo tujuan kita memiliki emas untuk investasi (investment). Tapi kalo tujuan memiliki emas untuk lindung nilai (hedging) maka di harga berapapun kita membeli emas, kita tidak akan pernah merasa rugi.
READ MORE - Mengapa harga emas bisa naik turun?

Sabtu, 08 Agustus 2009

Gambar Emas Logam Mulia dengan sertifikatnya

READ MORE - Gambar Emas Logam Mulia dengan sertifikatnya